( Maaf ya..belum ada judulnya, belum menemukan, Kalau Anda menemukan silahkan masukkan dalam komentar di bawah)
Malam ini aku baru pulang dari menghadiri doa di komunitas Neokatekumenat. Tadi siang mereka mengundang saya untuk ikut pendalaman iman kelompok tersebut. Komunitas NeoKatekumenat adalah kelompok yang didampingi oleh para Imam Neokatekumenat. Mereka berkarya di Keuskupan Kaohsiung. Kelompok ini dulu diundang oleh Rm. Bob,CM untuk masuk ke Keuskupan Kaohsiung. Menurut beberapa romo yang ada di Taiwan, kelompok imam in menimbulkan pro dan kontra karena dalam pelaksanaan ekaristi mereka memakai cara yang agak berbeda. Perbedaan itu terletak pada beberapa hal yaitu Roti yang dipakai mereka membuat sendiri dari tepung yang lebih besar. Sebesar bola dan tebal dan anggur yang dipakai begitu banyak sehingga masing-masing orang bisa minum dari anggur itu dan makan dari roti yang dibuat sendiri. Selain itu dalam misa terdapat sharing dari masing-masing anggota kelompok sehingga misa bisa berlangsung sampai dua jam. Namun mereka bersemangat karena diiringi dengan lagu-lagu yang meriah seperti Karismatik.
Dalam pertemuan atau misa, umum yang datang adalah orang-orang asing. Ada satu keluarga dari Spanyol yang mempunyai anak dua belas. Setiap kali pertemuan semua anggota keluarga tersebut hadir semua, sehingga kelihatan banyak. Ketika saya melihat agak aneh mengapa di zaman modern ini masih ada keluarga yang mempunyai anak sebanyak itu. Tetapi keluarga itu dapat menghidupinya. Bapa dari keluarga itu adalah pengajar di universitas.
Kali ini pertemuan komunitas itu diisi dengan doa arwah untuk nenek dari keluarga itu yang meninggal di Spanyol. Tadi yang hadir cukup banyak, kira-kira 30 orang. Ini bisa dikatakan banyak untuk ukuran Taiwan. Di antaranya adalah para romo dan frater-frater Neokatekumenat. Imam dan frater ini asalnya dari luar Taiwan. Kebanyakan mereka adalah Amerika Latin dan Italia. Mereka datang ke Taiwan ketika masih frater sehingga ketika ditahbiskan mereka sudah siap untuk berkarya.
Berbeda dengan Aku sekarang ini, sudah menjadi imam namun belum siap untuk berkarya karena omong mandarin saja belum bisa. Masih menunggu waktu dan berjuang agar bisa menjalankan tugas sebagai seorang imam. Dulu sendainya saya ditugaskan di Taiwan ketika masih frater juga mau. Dengan demikian saya bisa lebih awal belajar bahasa dan kebudayaan di sini.
Namun saya tidak menyesal karena saya dikirim ke sini setelah menjadi imam. Ada enaknya juga karena belum banyak pekerjaan untuk pelayanan tetapi kasihan kalau melihat ada paroki yang enggak ada misa karena enggak ada romonya. Pekerjaan tugas saya sekarang adalah belajar mandarin, sehingga cepat menguasai bahasa mandarin dan bisa berkomunikasi dengan orang. Inilah tugas saya yang utama sekarang ini. Saya sampai heran juga kenapa orang-orang sini kok punya bahasa yang sedemikian rumitnya ini. Tetapi mereka bisa juga mempelajarinya. Saya kira ini soal kebiasaan. Bisa karena biasa. Bahasa mandarin belum menjadi kebiasaan saya maka terasa sulit sekali. Banyak sekali yang tidak saya ketahui. Sesuatu yang baru itu sungguh berbeda dengan pengalaman saya sebelumnya. Ini yang membuat susah sekali. Tapi aku yakin aku akan bisa mempelajarinya. Buktinya Rm. Kusno juga bisa menguasainya. Dia telah sebelas tahun di sini. Sedangkan aku baru hampir dua bulan, kurang dua hari lagi. Dan sekarang baru masuk sekolah bahasa mandarin tiga hari, jadi masih punya waktu cukup banyak untuk belajar. Dan hampir setiap orang yang aku temui mendorong saya untuk belajar omong. Walaupun keliru, mereka dengan senang hati untuk membetulkannya. Bahkan saya ingat ketika beberapa waktu lalu saya diundang makan disebuah keluarga. Anggota keluarga itu menjelaskan nama benda-benda dalam bahasa mandarin. Aku sampai kualahan karena seluruh anggota keluarga itu mengajari aku. Dengan senang hati mereka mengajari saya.
Walaupun saya tidak bisa omong jelas namun aku berani untuk kunjungan kepada umat. Gak masalah gak bisa omong. Karena kunjungan yang dipentingkan adalah kehadiran. Mereka memaklumi kalau saya enggak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Atau saya mengajak orang di sini yang bisa bahasa Inggris, sehingga dia bisa menterjemahkan bahasa mereka. Di sini ada orang yang mau menawarkan diri menenmai saya. Dia pernah saya ajak untuk ke toko elektronik mencari kabel untuk komputer. Dia dengan senang hati untuk menemani saya karena dia juga mau belajar bahasa Inggris. Dia baru persiapan untuk Toffel. Jadi saling menguntungkan. Dia bisa belajar bahasa Inggris dari saya dan saya bisa belajar bahasa mandarin dari dia. Maaf enggak ada judulnya..karena aku sendiri juga bingung mau saya kasih judul apa pengalaman ini. Kalau Anda punya judul untuk sharingku ini berikan di komentar. Aku tunggu....!!!!
Malam ini aku baru pulang dari menghadiri doa di komunitas Neokatekumenat. Tadi siang mereka mengundang saya untuk ikut pendalaman iman kelompok tersebut. Komunitas NeoKatekumenat adalah kelompok yang didampingi oleh para Imam Neokatekumenat. Mereka berkarya di Keuskupan Kaohsiung. Kelompok ini dulu diundang oleh Rm. Bob,CM untuk masuk ke Keuskupan Kaohsiung. Menurut beberapa romo yang ada di Taiwan, kelompok imam in menimbulkan pro dan kontra karena dalam pelaksanaan ekaristi mereka memakai cara yang agak berbeda. Perbedaan itu terletak pada beberapa hal yaitu Roti yang dipakai mereka membuat sendiri dari tepung yang lebih besar. Sebesar bola dan tebal dan anggur yang dipakai begitu banyak sehingga masing-masing orang bisa minum dari anggur itu dan makan dari roti yang dibuat sendiri. Selain itu dalam misa terdapat sharing dari masing-masing anggota kelompok sehingga misa bisa berlangsung sampai dua jam. Namun mereka bersemangat karena diiringi dengan lagu-lagu yang meriah seperti Karismatik.
Dalam pertemuan atau misa, umum yang datang adalah orang-orang asing. Ada satu keluarga dari Spanyol yang mempunyai anak dua belas. Setiap kali pertemuan semua anggota keluarga tersebut hadir semua, sehingga kelihatan banyak. Ketika saya melihat agak aneh mengapa di zaman modern ini masih ada keluarga yang mempunyai anak sebanyak itu. Tetapi keluarga itu dapat menghidupinya. Bapa dari keluarga itu adalah pengajar di universitas.
Kali ini pertemuan komunitas itu diisi dengan doa arwah untuk nenek dari keluarga itu yang meninggal di Spanyol. Tadi yang hadir cukup banyak, kira-kira 30 orang. Ini bisa dikatakan banyak untuk ukuran Taiwan. Di antaranya adalah para romo dan frater-frater Neokatekumenat. Imam dan frater ini asalnya dari luar Taiwan. Kebanyakan mereka adalah Amerika Latin dan Italia. Mereka datang ke Taiwan ketika masih frater sehingga ketika ditahbiskan mereka sudah siap untuk berkarya.
Berbeda dengan Aku sekarang ini, sudah menjadi imam namun belum siap untuk berkarya karena omong mandarin saja belum bisa. Masih menunggu waktu dan berjuang agar bisa menjalankan tugas sebagai seorang imam. Dulu sendainya saya ditugaskan di Taiwan ketika masih frater juga mau. Dengan demikian saya bisa lebih awal belajar bahasa dan kebudayaan di sini.
Namun saya tidak menyesal karena saya dikirim ke sini setelah menjadi imam. Ada enaknya juga karena belum banyak pekerjaan untuk pelayanan tetapi kasihan kalau melihat ada paroki yang enggak ada misa karena enggak ada romonya. Pekerjaan tugas saya sekarang adalah belajar mandarin, sehingga cepat menguasai bahasa mandarin dan bisa berkomunikasi dengan orang. Inilah tugas saya yang utama sekarang ini. Saya sampai heran juga kenapa orang-orang sini kok punya bahasa yang sedemikian rumitnya ini. Tetapi mereka bisa juga mempelajarinya. Saya kira ini soal kebiasaan. Bisa karena biasa. Bahasa mandarin belum menjadi kebiasaan saya maka terasa sulit sekali. Banyak sekali yang tidak saya ketahui. Sesuatu yang baru itu sungguh berbeda dengan pengalaman saya sebelumnya. Ini yang membuat susah sekali. Tapi aku yakin aku akan bisa mempelajarinya. Buktinya Rm. Kusno juga bisa menguasainya. Dia telah sebelas tahun di sini. Sedangkan aku baru hampir dua bulan, kurang dua hari lagi. Dan sekarang baru masuk sekolah bahasa mandarin tiga hari, jadi masih punya waktu cukup banyak untuk belajar. Dan hampir setiap orang yang aku temui mendorong saya untuk belajar omong. Walaupun keliru, mereka dengan senang hati untuk membetulkannya. Bahkan saya ingat ketika beberapa waktu lalu saya diundang makan disebuah keluarga. Anggota keluarga itu menjelaskan nama benda-benda dalam bahasa mandarin. Aku sampai kualahan karena seluruh anggota keluarga itu mengajari aku. Dengan senang hati mereka mengajari saya.
Walaupun saya tidak bisa omong jelas namun aku berani untuk kunjungan kepada umat. Gak masalah gak bisa omong. Karena kunjungan yang dipentingkan adalah kehadiran. Mereka memaklumi kalau saya enggak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Atau saya mengajak orang di sini yang bisa bahasa Inggris, sehingga dia bisa menterjemahkan bahasa mereka. Di sini ada orang yang mau menawarkan diri menenmai saya. Dia pernah saya ajak untuk ke toko elektronik mencari kabel untuk komputer. Dia dengan senang hati untuk menemani saya karena dia juga mau belajar bahasa Inggris. Dia baru persiapan untuk Toffel. Jadi saling menguntungkan. Dia bisa belajar bahasa Inggris dari saya dan saya bisa belajar bahasa mandarin dari dia. Maaf enggak ada judulnya..karena aku sendiri juga bingung mau saya kasih judul apa pengalaman ini. Kalau Anda punya judul untuk sharingku ini berikan di komentar. Aku tunggu....!!!!