Sendirian saya berangkat ke Taiwan dengan pesawat Eva Airways..Saya berangkat jam 11 malam dan sampai di Chiang Kai sek jam 5 pagi waktu setempat. Saya tidak tahu harus kemana. Syukurlah ada rombongan orang Indonesia. Mereka ini adalah TKI yang bekerja di Taiwan. Saya ini juga seorang TKI, hanya pekerjaan saya berbeda. Mereka bekerja untuk mencari uang, saya tidak. Saya tidak bisa tidur semalaman. Puji Tuhan di luar bandara saya sudah di tunggu oleh Rm. Dominic,CM. Dia juga seorang misionaris berasal dari Korea Selatan. Saya senang karena saya tidak terlantar di bandara. Dia membawa papan nama yang bertuliskan: Fr.Murji. Ya..saya langseung melambaikan tangan dan dia menyambutku. Dia memberiku jaket tebal. Tetapi saya kira Taiwan tidak sedinging yang saya pikirkan. Pagi itu temperatur 15 C. Untuk sementara saya tinggal di Provinsialat CM Taiwan. Dalam pikiran saya saya bingung bagaimana saya harus berbicara kalau saya belum bisa berbahasa mandarin. Ternyata konfrater yang ada di situ berbahasa Inggris. Syukurlah saya bisa berkomunikasi dengan mereka, bahkan mereka menyambutku dengan sangat ramah. Inilah yang membuat aku kerasan di komunitas ini.
Mereka mengatakan bahasa Inggisku bagus. Ah..masak sih..padahal aku gak
pernah belajar secara khusus..Dalam komunitas ini terdapat beberapa romo dari
berbagai negara antara lain Vietnam, Philipina, Korea selatan dan Amerika.
Di sini juga ada dua calon seminaris. Mereka sedang belajar bahasa Mandarin.
Satu dari California dan satu lagi dari Korea Selatan. Di sini juga terdapat Romo
Tua yang sudah berumur 80 an. Namun dia masih tetap semangat. Dia sering saya
goda. Dia juga yang memberi nama China pada saya Mu Si Sheng. Artinya harapan
yang kudus. Semoga saya menjadi imam seperti nama yang diberikan Romo ini.
Misa harian pagi hari di gereja tidak lebih dari sepuluh orang yang hadir. Dan hampir semuanya lebih dari 50 tahun. Padahal di sini banyak sekali orang muda. Mereka tidak suka lagi memikirkan urusan agama. Bahkan banyak yang tidak beragama. Kami misa harian konselebrasi tiga orang. Walaupun saya ikut berkonselebrasi namun yang bisa saya ucapkan
hanyalah Bapa Kami dalam bahasa Mandarin. Tidak jadi masalah. Syukurlah
saya membawa buku bacaan misa harian dalam bahasa Indonesia. Seorang umat
dari surabaya memberi saya. Buku ini sungguh berguna bagi saya. Tanpa buku ini
Saya juga tidak tahu apa bacaan Kitab Suci hari itu. Sedangkan Ibadat harian kami bersama tiap pagi jam 06.30 dan sore jam 17.30 dengan menggunakan bahasa Inggris. Karena di tempat ini ada juga tiga orang yang lain yang belum bisa mandarin. Yang lebih payah lagi dua orang diantaranya juga masih kacau berbahasa Inggris.
Inilah pengalaman hari-hari pertama di tanah misi.Masih banyak lagi cerita-cerita baru yang nanti akan saya lanjutkan.
Mereka mengatakan bahasa Inggisku bagus. Ah..masak sih..padahal aku gak
pernah belajar secara khusus..Dalam komunitas ini terdapat beberapa romo dari
berbagai negara antara lain Vietnam, Philipina, Korea selatan dan Amerika.
Di sini juga ada dua calon seminaris. Mereka sedang belajar bahasa Mandarin.
Satu dari California dan satu lagi dari Korea Selatan. Di sini juga terdapat Romo
Tua yang sudah berumur 80 an. Namun dia masih tetap semangat. Dia sering saya
goda. Dia juga yang memberi nama China pada saya Mu Si Sheng. Artinya harapan
yang kudus. Semoga saya menjadi imam seperti nama yang diberikan Romo ini.
Misa harian pagi hari di gereja tidak lebih dari sepuluh orang yang hadir. Dan hampir semuanya lebih dari 50 tahun. Padahal di sini banyak sekali orang muda. Mereka tidak suka lagi memikirkan urusan agama. Bahkan banyak yang tidak beragama. Kami misa harian konselebrasi tiga orang. Walaupun saya ikut berkonselebrasi namun yang bisa saya ucapkan
hanyalah Bapa Kami dalam bahasa Mandarin. Tidak jadi masalah. Syukurlah
saya membawa buku bacaan misa harian dalam bahasa Indonesia. Seorang umat
dari surabaya memberi saya. Buku ini sungguh berguna bagi saya. Tanpa buku ini
Saya juga tidak tahu apa bacaan Kitab Suci hari itu. Sedangkan Ibadat harian kami bersama tiap pagi jam 06.30 dan sore jam 17.30 dengan menggunakan bahasa Inggris. Karena di tempat ini ada juga tiga orang yang lain yang belum bisa mandarin. Yang lebih payah lagi dua orang diantaranya juga masih kacau berbahasa Inggris.
Inilah pengalaman hari-hari pertama di tanah misi.Masih banyak lagi cerita-cerita baru yang nanti akan saya lanjutkan.