WELCOME

"EVERY path may lead you to God, even the weird ones. Most of us are on a journey. We’re looking for something, though we’re not always sure what that is. The way is foggy much of the time. I suggest you slow down and follow some of the side roads that appear suddenly in the mist." Welcome to my blog....!!! I am sorry, this blog in Indonesian. But you can read China Experience, , Taiwan JMV (Chinese), TAIZE(indonesian ,English , Song)The Prayer ,Indonesian radio, Movie, GOOD NEWS, If you want to see about our group, please stick on http://www.cmglobal.org/index.html It's our international network. Also The Church in China (English) (Chinese) Church In Taiwan (Chinese), Vincentian Chinese Vocation Animation (Chinese),
Ini sedikit catatan waktu berlibur ke Ilan bersama konfrater dari Belanda.

Pada libur dari kursus mandarin karena semester ini sudah berakhir. Dan ada waktu 10 hari untuk istirahat. Aku ingin menggunakan waktu leburan ini untuk mengenal lebih dalam konfrater CM yang ada di Taiwan. Maka aku putuskan untuk mengunjungi Rm. Willem, CM seorang Misionaris Belanda yang Tinggal di I lan, sebuah kota kecil di Timur laut Taipe. Bisa di tempuh dengan kereta Biasa sekitar 2 jam. Ketika aku bilang pada Rm. John Wang. Dia mengatakan bahwa ini adalah peristiwa bersejarah. Karena selama ini enggak ada romo yang tinggal selama beberapa hari. Saya juga agak heran mengapa demikian. Apakah ada sesuatu yang luar biasa? Aku perlu mengunjungi dia karena dia sudah tua dan tinggal sendirian di suatu paroki.
Kemarin aku tiba di tempat ini ( Ilan) sekitar jam 12.15. aku tiba di station Jiaosi di jemput oleh Rm. Willem sendiri dengan mengendarai mobil Sedan Toyota Vios. Walaupun dia sudah berumur 70 tahun lebih namun dia masih bagus dalam menyetir mobil. Lagi pula lalu lintas di sini enggak semrawut, jadi tidak terlalu berat. Sesampai di paroki langsung diajak masuk ke ruang rekreasi ditawari minum beer. Walaupun aku enggak terbiasa minum beer namun aku terima saja, mendingan mencoba minum beer. Wah enak juga namun karena belum makan siang rasanya kepala ini juga pusing.

Gereja ini cukup bagus namun karena sudah lama enggak terawat nampak bahwa gereja ini kosong dan tinggal menunggu waktu saja untuk ditutup karena tidak ada umat yang datang
untuk misa. Misa harian juga tidak ada. Ketika aku tanya pada Rm. Willem berapa jumlah
umat yang misa pada hari minggu.Dia menjawab katanya hanya sekitar 20 orang kadang 15 orang. Ini misa minggu. Sedangkan misa harian sudah enggak ada lagi.
Setelah ngobrol-ngobrol di ruang rekreasi lalu aku diajak ke belakang untuk makan bersama. Aku kira aku cuma di kasih beer saja. Ternyata masih ada makan siang. Syukurlah karena aku juga belum makan siang. Kepala saya agak pusing karena minum segelas beer. Gak apa-apalah.
Di belakang pastoran ada sebuah tempat yang cukup luas. Tempat ini dulunya adalah tempat bagi menampung anak-anak yang tidak mampu. Mereka datang untuk diajari. Dulu ada banyak anak yang tinggal di sini namun sekarang mereka semua sudah tidak ada sama sekali. Sekarang yang ada hanya 2 orang Filipina yang bekerja merawat ruangan itu serta memasak untuk romo Willem. Mereka berdua sudah hampir dua puluh tahun lebih tinggal di tempat itu.
Kami berempat makan di tempat itu. Di lantai satu, ada beberapa ruangan nampaknya di situ masih sering digunakan untuk kegiatan oleh orang-orang filipina yan gsering datang ke tempat itu. Di situ ada beberapa ruangan. Mereka datang untuk bernyanyi bersama main bilyard atau sekedar kumpul-kumpul ke tempat ini. Yang teristimewa dari tempat ini adalah adanya mata air panas yang bisa dipakai untuk mandi atau untuk sekedar berendam. Setelah makan siang aku dibawa oleh Romo Willem untuk melihat tempat mata air panas tersebut. Memang betul air yang keluar dari tempat itu memang panas. Dan ini adalah mata air panas alami.
Setelah makan siang orang Filipina itu mengatakan bahwa di sini juga ada orang indonesia yang sering datang main juga ke tempat ini. Lalu dia menelpon orang itu. Satu orang di antaranya adalah Nana, Dia berasal dari Cirebon, Jawa Barat. dia bekerja di sebuah restoran Vegetarian milik orang Budha. Kebetulan kemarin dia libur. Dia datang ke tempat ini untuk sekedar main. Anna ini sudah bekerja di restoran itu sekitar 6 tahun dengan gaji 16.000 NT atau sekitar 5,5 juta rupiah. Untuk keperluan lainnya dia masih juga dikasih 5000 NT. Dia mengatakan dia cukup senang bekerja di tempat itu. Dia tidak tahu kalau saya adalah pastor, yang dia tahu kami ini adalah orang kristiani. Setelah ngobrol-ngobrol beberapa lama datang juga teman yang lain bernama Mei (Nama China) sedangkan nama Indonesianya Kotijhah. Dia sudah dua tahun lebih bekerja di Sini. Dia juga bekerja di sebuah restoran. Namun dia tidak seuntung Anna. Dia harus bangun jam 4 kemudian pergi ke restoran sampai sore. Setelah pulang dia harus membersihkan rumah dan mencuci baju.
Juga di sini ada foto pastoran tempat Rm. Willem,CM tinggal dulu pastoran ini adalah yang terbagus di daerah ini sekarang menjadai bangunan yang tertua dan menjadi bangunan antik di tempat ini

  Sore harinya aku diajak untuk mengunjungi untuk mengunjungi Susteran PK yang tempatnya enggak jauh dari pastoran, sekitar 6 km. Di situ suster-suster PK merawat orang-orang tua. Di situ ada sekitar 20 lebih orang tua yang dirawat di tempat itu. Waktu saya datang ke situ orang-orang tua itu sedang diajari untuk olah raga. Dengan melempat-lempar handuk dan diiringi dengan musik.
Tempat ini dulunya didirikan oleh Romo CM. Di situ juga ada tempat untuk belajar bagi orang-orang muda. Dulu mereak belajar lagu-lagu jepang dan ad seorang suster yang mengajar bahasa Inggris bagi mereka. Sekarang tempat itu menjadi tempat peristirhatan bagi orang-orang tua. Rumah itu diberi nama St. Fransiskus. Saya jug atidak tahu mengapa tempat itu diberi nama dengan St. Fransiskus bukan St. Vinsensius. Di situ jug ada sebuah gereja katolik . Rm. Willem biasanya tiap hari merayakan misa di situ. Jumlah umat yang hadir di situ juga tidak banyak. Apakah di kemudian hari jumlahnya akan semakin banyak? Aku kira sebaliknya semakin lama semakin sedikit dan lama-lama akan ditutup. Dan ini sebuah kenyataan. Kalau enggak ada romo yang bisa melayani di situ dan juga umat semakin lama semakin habis. Syukurlah mereka sekarang ini masih ada. Namun sepuluh tahun lagi apakah masih ada ceritanya. Aku juga enggak tahu. Tentu orang-orang tua ini akan gak ada juga. Mereka tinggal cerita-cerita yang ada dalam buku-buku. Atau yang ada dimulut saja. Atau hanya ada dalam kenangan saja.
Malam hari ini aku tidak bisa lagi tidur karena udara yang sangat lembab membuat aku susah bernafas. Aku coba untuk memejamkan mata namun juga tidak merasa ngantuk. Pagi-pagi sebelum jam 6 aku sudah mandi. Sudah terbisa bangun saat matahari bersinar maka ketika matahari terlihat bersinar sudah tidak ada lagi niat untuk tidur. Setelah mandi aku berdoa pagi di ruang rekreasi, doa pagi selesai lalu aku cari-cari apakah ada sesuatu yang bisa dimakan untuk sarapan..aku bukal kulkas, yang ada roti. Aku panaskan roti, dan aku cari apakah ada air panas ternyata tidak ada air panas. Wah bagaimana aku harus minum kopi. Rupanya Romo Willem enggak terbisa dengan minum kopi waktu pagi. Terpaksa aku juga enggak minum kopi. Aku pagi ini hanya makan roti dengan selai. Karena aku cari yang lainnya juga tidak ada.
Aku mau menyalakan televisi tapi gak tahu bagaimana caranya, aku tekan remotenya juga enggak nyala. Wah gimana, mau lihat berita juga gak bisa. Susah amat sih. Akhirnya gak jadi nonton berita. Aku tunggu sampai jam 07.00 akhirnya Rm. Willem keluar mengajak aku makan pagi. Dia memanggang dua helai roti tawar. Satu helai diberikan ke pada saya. Dia juga membuat kopi untuk dia dan untukku dalam mesin pembuat kopi. Pantas di sini enggak ada air panas karena dia biasa membuat kopi dengan mesin pembuat kopi.
Setelah makan pagi saya diajak untuk pergi ke susteran merayakan misa harian. Dia menyetir sendiri mobilnya. Walaupun usianya sudah lebih dari 70 tahun namun cukup hebat dalam menyetir mobil. Dia memimpin misa dalam bahasa mandarin dan bahasa Taiwan. Maklumlah misa itu adalah untuk orang-orang tua. Waktu dia membaca dalam bahasa mandarin aku bia mengerti apa artinya, tetapi dia juga menggunakan bahasa Taiwan. Ini yang aku tidak mengerti. Memang dulu romo-romo yang lebih awal datang ke sini belajarnya bukan bahasa mandarin melainkan bahasa Taiwan. Bahasa Taiwan mirip dengan bahasa Hok Kian yang dipakai orang-orang China yang ada di Indonesia. Oleh karena itu ada beberapa orang Indonesia keturunan China yang belajar mandarin ke sini lebih mudah.
Misa diikuti oleh sekitar 7 orang semuanya sudah tua keculai satu suster dan satu perawat yang mendampingi orang-orang tua ini. Ketika menerima komuni, saya baru tahu bahwa dia antara orang-orang tua yang ikut misa ini hanya beberapa orang saja yang sudah dibaptis. Hanya beberapa saja yang menerima komuni.
Sesudah misa saya dan Rm. Willem pulang ke pastoran. Di pastoran sudah ada katekisnya yang stiap hari datang ke pastoran. Lalu kami bertiga minum teh sama sambil cerita-cerita tentang riwayat Gereja ini. Dia memberikan kepada saya foto-foto jaman dahulu mengenai Gereja ini. Inilah foto-foto itu.
Sambil bersemangat dia menunjukkan kepadaku foto-foto itu. Dia menceritakan bahwa dulunya gereja tidak berada di sini melainkan di tempat lain yang letaknya sekitar 300 meter ke arah I lan. Sekarang tempat itu sudah penuh dengan toko-toko.Dalam foto-foto itu nampak bagaimana situasi gereja saat itu. Di sini ada foto remaja pada saat itu yang berfoto di halamam belakang gereja. juga foto dari romo belanda yang mengawali misi di daerah ini. Begitulah ceritayang diberikan oleh katekis. Inilah foto katekis yang setia menemai Rm. Willem. Ini adalah foto ketika dia berada di kantornya. Rupanya dia lebih pantas disebut kolektor arsip karena kamarnya penuh dengan tumpukan barang-barang dan kertas-kertas dari kegiatan gereja. Sampai tinggal satu tapak lantai yang tersisa menuju ke mejanya. Wah ini sungguh eksentrik namun enggak perlu di tiru karena kamar yang begitu berantakan dan saya kira tidak sehat untuk di tempat.
Selah beberapa saat kami bertiga ngobrol bersama, saya diajak orlh Rm. Willem untuk melihatplihat daerah sekitar. Aku tidak menyangka kalau dia akan mengantar saya keliling. Dia menyambut kedatanganku dengan baik sekali. Dia juga banyak cerita disepanjang perjalannya. Saya diajak untuk mengunjungi sebuah kenteng yang cukup terkenal yang ada di lereng gunung. Pemandangan disekitar klenteng itu cukup indah. Inilah foto klenteng itu. Entah berapa duit yang dihabiskan untuk membangun klenteng itu. Ketika aku tanyakan kepada Rm. Willem dari manakah uang itu di dapat. Katanya uang untuk membangun klenteng itu diperoleh dari para donatur dan penganut aliran kepercayaan ini. Sungguh hebat, seandainya gereja bisa seperti ini. Sekarang ini gereja masih menjadi barang asing bagi orang-orang di sekitar sini. Apakah akan semakin asing atau dikenal. Aku rasa di masa datang akan menjadi semakin asing bila sistem pastoralnya seperti ini. Berbeda berbeda dengan klenteng yang sudah menjadi akar dari kepercayaan orang sini. Mereka membangun klenteng-klenteng ditempat-tempat strategis. Seperti ketika aku mengunjungi danau San Moon Lake. Dia sana jug ada sebuah klenteng yang besar dan indah. Di mana setiap orang datang dan mengagumi bangunan itu. Mereka yang membangun klenteng itu adalah orang-orang yang doanya terkabul di klenteng itu. Itulah prinsip kepercayaan orang-orang sini. Mereka datang untuk mengadukan nasib masa depan. Mereka minta pertolongan tentang bisnisnya tentang keluarganya dan segala sesuatu. Bila pertolongannya di kabulkan mereka memberikan janji untuk memberi imbalan kepada dewa-dewa yang mereka mintai pertolongan yaitu dengan mendermakan uang untuk membangun klenteng yang indah.

Kemudian kami berdua mengunjungi danau Jaohsi yang letaknya tidak jauh dari klenteng itu. Kira-kira 1 km saja. Danau itu tidak terlalu bagus namun nampak terawat dengan baik. Di depan danau itu dana semacam taman sebagai gerbang. Juga ada jalan yang beaspal halus mengelilingi danau itu. Sehingga setiap pengunjung bisa mengelilingi danau itu dengan jalan kaki , naik sepeda atau dengan mobil kecil. Kami berdua berkeliling danau itu secara berlahan-lahan. Tampak pemandangan yang indah.
Inilah pemandangan danau Jaohsi. Di sepanjang jalan menuju danau tadi aku lihat adanya tempat-tempat khusus untuk penyembahan dewa-dewa brupa rumah-rumah kecil diperempatan jalan atau dipinggur danau. Orang sini percaya bahwa di danau itu ada dewa yang tinggal di dalamnya sehingga perlu diberikan sesaji dan persembahan. Inilah ciri khas yang ada di daerah ini.
Selain klenteng-klenteng yang ada di sini, di sini ada juga seminari Budhis yang cukup terkenal. Saya bersama Rm. Willem mampir ke tempat itu. Untuk sekedar melihat dari depan saja. Saya juga sempat mengambil foto dari depan tempat itu. Menurut Rm. Willem seminari itu merupakan seminari Budhis terbesar ketiga di daerah Ilan dan Hualien. Inilah foto seminari itu.
Tidak banyak yangsaya ketahui tentang Panti Asuhan Budhis. Agama buda merupakan kepercayaan terbesar kedua setelah Taoisme. Sedang Kristen dan Katolik menempati urutan ketiga. Namun kalau dilihat. Di sini juga banyak orang yang tidak mempunyai agama. Di sini ada kebebasan untuk tidak memiliki agama. Bahkan pemerintah tidak pernah mencampuri urusan agama. Yang penting hidup baik dalam masyarakat tidak melanggar hukum dan bisa menjadi masyarakat yang baik itu sudah cukup. Di sini tidak ada departemen Agama. Segala urusan agama diserah kepada masing-masing agama. Bahkan di sini tidak ada hari libur bagi perayaan keagamaan. Jadi tidak ada libur Natal atau libur Paskah. Ada sisi baik dan sisi buruknya bagi perkembangan kepercayaan dengan adanya kebebasan beragama di sini. Urusan pendirian tempat ibadah tidak terlalu berbelit-belit dan tidak ada aturan-aturan yang khusus yang mengatur tentang agama.
Namun saya melihat agama Katolik di sini sulit berkembang karena di sini sudah ada kepercayaan yang kuat yaitu Taoisme dan Budha. Dulu waktu negara ini belum semaju sekarang ini agama Katolik masih bisa berkembang karena karya-karya sosial dan karitatifnya. Namun sekarang ini penganut agama Katolik semakin lama semakin sedikit. Orang-orang yang ke Gereja pada umumnya adalah orang-orang tua. Orang-orang muda sekarang ini lebih tertarik pada hal-hal duniawi. Dan memang orang-orang yang berurusan dengan hal-hal duniawi ini lebih pandai dalam mengembangkan diri. Ini jelas sekali terlihat di sini. Dunia bisnis jauh lebih berkembang dari pada urusan rohani. Pelaku-pelaku bisnis begitu kreatif untuk melipat gandakan uangnya. Di daerah Jaohsi ini terdapat mata air panas. Sekarang ini banyak sekali tempat air panas, SPA, hotel-hotel baru bermunculan. Dan daerah ini menjadi tempat tujuan wisata yang bagus.
Tadi sore saya menyempatkan diri untuk jalan-jalan keluar melihat situasi sekitar. Aku diberitahu untuk melihat Taman air panas yang letaknya tidak jauh. Ketika aku keluar..wah..banyak bangunan tinggi-tinggi. Hotel dan penginapan yang menyediakan fasilitas SPA. Dan masih terus dibangun gedung tinggi-tinggi. Untuk masa mendatang tempat ini menjadi tempat yang ramai dikunjungi orang. Pada hari sabtu minggu dan hari-hari libur lainnya tempat ini menjadi tempat tujuan wisata yang bagus. Inilah foto-foto mengenai daerah sekitar Gereja St. Joseph Jaohsi
Inilah kota Jaohshi yang dulunya tempat kecil yang terpencil, sekarang berkembang menjadi tempat wisata air panas. Banyak orang bermodal yang menanamkan modalnya dengan membangun fasilitas penginapan dan permandian air panas atau SPA. Dan Gereja Katolik St. Yoseph terletak di kawasan ini.
Siang hari ini adalah hari terakhir di Jiaoshi. Saya sekarang sudah diantar ke stasiun kereta api walaupun jadwal kereta jam 13.44 namun aku sedah diantar karena dia mau tidur siang. Tidak apalah berlama-lama menunggu di sini, bisa tulis cerita ini. Tadi pagi Rm. Willem banyak cerita mengenai keadaan gereja itu di masa lalu terutama dengan kegiatan-kegiatan yang pernah dilakukannya. Dia dulu membuka tempat untuk menampung anak-anak cacat. Inilah foto anak-anak yang berada di rumah belakang saat itu.
Orang orang ini adalah orang-orang yang tidak mampu dan cacat . mereka tinggal di sini untuk belajar dan menjalani terapi. Namun sekarang ini tinggal kenangan saja. Pemerintah menentukan aturan-aturan yang lain sehingga anak-anak ini harus di rawat di rumah sakit.
Romo Willem juga cerita kegiatan Gereja jaman dahulu. Selain Tempat ibadat Rm. Antony,CM (pendahulu dari Rm. Willem) membangun Taman Kanak-Kanak. Waktu itu daerah ini masih miskin dan banyak anak yang bisa dikumpulkan lalu diajari untuk bernyanyi dan kebiasaan-kebiasaan baik. RM. Antony dulu juga pernah membeli kapal-kapal kecil untuk para nelayan.
Tadi pagi Rm. Willem menunjukkan kepada saya tempat di mana ada banyak orang miskin yang ada di daerah ini. Namun sekarang semua sudah berubah. Kini daerah ini menjadi tempat yang ramai dikunjungi orang.
Bahkan sekarang ini sudah ada terowongan yang menembus gunung. Dengan terowongan ini bisa menghemat waktu sekitar 45 menit. Bila melalui jalan di atas gunung maka menintasi gunung itu membutuhkan waktu 74 menit, namun dengan menggunakan terowongan itu hanya 35 menit. Katanya dengan adanya terowongan ini kereta api rugi 3 juta perbukannya karena biaya operasional yang tidak sepadan dengan penerimaan yang diterimannya. Banyak orang datang ke tempat ini terutama pada waktu liburan. Inilah perkembangan yang ada di saat itu.
Bisa dibanding keadaan gambar yang ada dalam foto di atas. Kiri adalah jalan raya saat itu dan sebelah kanan adalah jalan raya sekarang ini. Masih ada lagi banyak perkembangan yang begitu cepar di sini.
Gereja rupanya tidak berkembang seperti perkembangan ekonomi sekarang ini. Bahkan perkembangan ekonomi telah membuat gereja lumpuh dalam geraknya. Dulu Gereja bisa berbuat banyak dengan kegiatan sosial karitatifnya namun sekarang orang-orang di sini telah berubah. Menurutku ini adalah kesalahan dalam berpastoran saat itu. Kegiatan pastoral yang dikembangkan gereja saat itu tidak bisa mengikuti perkembangan zaman. Dan tidak menarik lagi untuk di datangi. Apa yang ditawarkan gereja sekarang ini kurang bisa menjawab perkembangan zaman. Dan kalau seperti ini terjadi terus maka dalam waktu dekat Gereja pun akan kosong. Sekarang ini misa minggu pun hanya sekitar 20 orang dan tidak lebih dari ini.
Dulu Rm. John Wang di ruang makan pernah bercerita bahwa kemakmuran adalah musuh perkembangan iman. Aku kira ini juga tidak benar demikian. Yang benar adalah sekularisme telah menggerogoti iman, dan apa yang ditawarkan gereja saat ini tidak menjawab apa yang dibutuhkan masyarakat. Sekarang ini berlaku prinsip kegunaan (utilitaritas) apa yang tidak berguna maka akan ditinggalkan. Dan ini menjadi kenyataan. Aku melihat Gereja di sini kurang kreatif dalam mengembangkan pastoralnya sehingga bisa menyentuh kebutuhan masyarakat. Karya karitatif saat itu dibutuhkan karena keadaan yang miskin dan kekurangan, namun sekarang mereka sudah bisa mencukupi apa yang dibutuhkan. Semua ini bisa terjadi.